KERETA KU , KERETA MU DAN KERETA KITA SEMUA . . . ! ! !
jangan lupa isi buku tamu yaaaa ! ! !

Menebak pendekatan SBY dalam Membentuk Kabinet

Isu seusai pemilihan presiden (pilpres) sampai September atau Oktober yang menarik untuk dicermati oleh banyak pihak adalah susunan kabinet periode 2009-2014.

Saat ini saja telah muncul isu yang berkait dengan kabinet periode 5 tahun mendatang, seperti berapa jatah kursi dari masing-masing partai pendukung, apakah Susilo Bambang Yudhoyono akan mengakomodasi menteri dari partai kompetitornya dalam pilpres yang lalu, sampai pada figur-figur yang berpeluang besar untuk duduk menjadi pembantu presiden masa bakti 2009-2014.

Tentu saja kita tahu persis bahwa pemilihan anggota kabinet adalah sepenuhnya adalah hak prerogatif presiden terpilih. Namun, ada baiknya kita mencoba memahami bagaimana proses pemilihan anggota kabinet tersebut terjadi.

Banyak perspektif ilmu yang bisa menjelaskan bagaimana presiden melakukan pilihan politik dalam penentuan orang-orang yang akan ditempatkan sebagai menteri dalam kabinetnya. Dalam kesempatan ini saya mencoba memandang fenomena tersebut dari sudut pandang ekonomi politik.

Setidaknya ada dua teori penting yang menelaah bagaimana seorang politisi mengambil keputusan dalam menentukan pilihan politik yang paling rasional bagi mereka.

Yang pertama seperti yang dikemukakan oleh James Buchanan (peraih Nobel bidang ekonomi) dengan teori terkenalnya yang disebut rational choice.

Pandangan Buchanan punya prinsip dasar bahwa ketika seorang politisi melakukan pilihan, mereka sebenarnya memperjuangkan kepentingannya sendiri atau kelompok (partai), dan bukan pada kepentingan masyarakat luas. Tidak terkecuali dalam pemilihan menteri-menteri dalam kabinet oleh seorang presiden.

Kalau kita melihat dari sudut pandang rational choice, menjadi menarik untuk mengetahui apa kepentingan presiden dan kelompoknya dalam penyusunan kabinet tersebut.

Kepentingan presiden

Untuk itu kita perlu menempatkan satu hipotesis tentang ‘kepentingan’ presiden dan kelompoknya dalam penyusunan kabinet. Ada dua hipotesis yang coba kita elaborasi dalam konteks ini.

Pertama, sebagai presiden yang terpilih untuk kedua kalinya dan tidak punya kemungkinan untuk terpilih lagi maka adalah penting bagi Yudhoyono untuk mengakhiri pengabdian dengan khusnul khatimah sebagai pemimpin dan negarawan yang sukses dalam sejarah Indonesia.

Kedua, Yudhoyono tentu punya kepentingan bagaimana agar Partai Demokrat bisa eksis lebih lanjut bahkan lebih besar posisi politiknya pada tahun 2014 dibandingkan dengan yang telah dicapai pada 2009.

Pasalnya, walaupun tidak menjadi presiden lagi, tetapi dengan menjadikan partainya tetap terbesar pada 2014, posisi politik sebagai king maker tetap dimiliki oleh Yudhoyono.

Inilah dua kepentingan politik yang, menurut saya, tetap menjadi pertimbangan tentang kalkulasi untung rugi dari proses penentuan kabinet mendatang. Berdasarkan dua hipotesis tersebut, kita bisa memahami dengan gamblang tentang rambu-rambu pemilihan kabinet Yudhoyono.

Mengingat masalah besar yang dihadapi bangsa ke depan adalah masalah ekonomi khususnya masalah pengangguran dan kemiskinan maka jabatan menteri ekonomi akan ditempatkan oleh figur-figur yang sangat kompeten dengan track record yang prima dan prioritas pada profesional yang tidak berafiliasi pada parpol non-Partai Demokrat.

Teori yang kedua, yang perlu kita cermati sehubungan dengan pilihan pengambilan keputusan politik ini adalah teori bounded rationality. Teori ini digagas oleh oleh Herbert Simon yang juga seorang peraih nobel ekonomi.

Bounded rationality terjadi karena kemampuan kognitif manusia terbatas untuk mengolah semua informasi yang ada ditambah pula adanya keniscayaan asimetris informasi.

Hal tersebut yang kemudian menyebabkan orang sering melakukan heuristics atau mengambil jalan pintas dalam berpikir untuk membuat keputusan atau penilaian tertentu. Tidak terkecuali dalam pengambilan keputusan politik, para politisi juga menggunakan heuristics.

Mondak (1994) mengatakan bahwa heuristics dapat membantu individu untuk mengatasi hambatan yang diakibatkan terbatasnya informasi tentang politik.

Dalam konteks bounded rationality ini, setidaknya ada tiga jenis heuristics yang kemungkinan akan digunakan Yudhoyono untuk menempatkan menteri-menterinya; Pertama, pendekatan affect referral: dia akan memilih kandidat yang paling menarik secara emosional atau yang lebih disukainya secara emosional.

Ilustrasi pendekatan ini telah dapat kita lihat bagaimana ketika Yudhoyono lebih memilih Boediono dibandingkan dengan Jusuf Kalla sebagai calon wakil presidennya dalam pemilu presiden yang lalu.

Kedua, endorsement: melalui pendekatan ini seorang menteri dipilih, karena adanya rekomendasi dan garansi dari kerabat dekat, elite politik yang tepercaya (khususnya untuk menteri dari kalangan parpol pendukung), ataupun kelompok-kelompok sosial seperti ormas, organisasi profesi dan lain-lain.

Ketiga, familiarity: Pendekatan ini terjadi ketika menteri yang dipilih, karena telah dikenal atau yang telah diketahui sebelumnya oleh presiden terpilih.

0 tulis komentar kamu disini:

Posting Komentar

KLIK DI SINI SEKARANG

Mengenai Saya

Foto saya
saya adalah seorang pria lajang kelahiran palembang yang berstatus sebagai mahasiswa fakultas ilmu sosial dan ilmu politik di universitas sriwijaya. CP : opick_culun@rocketmail.com opickculun@gmail.com

Followers


MAU BELI BUKU DI SINI TEMPATNYA


Masukkan Code ini K1-Y94A1A-2
untuk berbelanja di KutuKutuBuku.com

KONTEN TERBARU

TERBARU SAAT INI

my facebook

TERBARU

tuliskan nama, email dan tujuan/pesan kamu


ShoutMix chat widget